oleh Iswan Sual
Bertempat
di Balai Pertemuan Umum desa Tondei Dua, pada 8, 9, dan 10 Agustus
2013, Sanggar “Tumondei” Minahasa Selatan (STMS) melaksanakan
Papendangan, Pelatihan
dan Pendidikan Dasar (PELDIKDAS) I. Kegiatan dibuka dengan ibadah
yang kental dengan adat Minahasa. Tarian Kabasaran yang ditampilkan
pemuda-pemuda Tondei turut menyemarakannya. PELDIKDAS yang tahun ini
diberi tema: “Tumondei en
aram si aienepem” (Menelusuri
Nilai Budaya Yang Telah Terbenam) merupakan
salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan dari organisasi, yakni :
- Membentuk manusia yang mandiri, berbudi pekerti luhur, berwawasan budaya dan mencintai ilmu pengetahuan.
- Menanamkan nilai-nilai kreatifitas, kebersamaan, kepedulian terhadap budaya lokal dan global.
- Mengembangkan potensi yang ada dalam diri setiap anggota maupun bukan anggota.
- Membekali anggota dan bukan anggota dengan keterampilan kecakapan hidup.
- Menunjang program pemerintah dalam hal kebudayaan.
Awalnya,
penyelenggara tidak menduga bila kegiatan ini akan dihadiri banyak
peserta. Hal ini diperkuat oleh asumsi adanya kecenderungan sekarang
dimana generasi muda telah nyaris berhasil ditakhlukan oleh
kebudayaan populer yang hanya oleh dan untuk pasar. Dengan surat
keputusan Badan Pengurus Nomor: 030/int/bpstms/8/2013, telah dilantik
76 anggota baru pada hari terakhir pelaksanaan PELDIKDAS tersebut.
Sertifikat langsung pula diserahkan oleh badan pengurus.
Selama
tiga hari peserta mengikuti jadwal dengan materi yang padat. Topik
pembicaraan diantaranya ialah mengenai kebudayaan, keminahasaan,
teater, strategi membangun jaringan, analisa sosial, retorika,
manajemen konflik dan lain sebagainya. Meskipun materi tergolong
berat, peserta yang berumur SD dan SMP tetap mengikutinya dengan
sabar. Bahkan mereka nampak begitu bersemangat tatkalah beberapa kali
diselipi pembacaan puisi karya anggota Sanggar dan pemutaran lagu
kabasaran dan lagu Minahasa lainnya.
Konsumsi
camu-camu (makan dan
minum) ditanggung secara mapalus. Peserta dan pengurus bahu membahu
menanggungnya. Makan siang di rumah masing-masing.
Tapi,
sangat disayangkan, tidak ada satu pun pimpinan gereja atau aparat
pemerintah yang hadir menyaksikan acara tersebut. Padahal, para tokoh
gereja, masyarakat dan aparat desa diundang untuk hadir dalam acara
pembukaan. Ini menunjukkan kurang perhatiannya generasi tua dalam
mendorong dan menanamkan kecintaan terhadap budaya lokal. Barangkali
inilah penyebab sehingga kearifan lokal dan kebudayaan Minahasa kian
habis terkikis. Kebanggaan akan identitas diri nyaris tak ada lagi.
Kebanyakan orang sekarang bangga dengan nilai dan produk yang diimpor
dari luar. Generasi kini umumnya telah mengalami krisis identitas
yang kronis. Kalau sudah begitu, bagaimana nanti?
Tonaas
Wangko Sanggar “Tumondei” Minahasa Selatan, Iswan Sual, S.S dalam
sambutannya di upacara pelantikan anggota menyatakan harapannya
terhadap para anggota baru. Dia mendorong agar anggota baru, apapun
latar belakangnya, mesti senantiasa terus belajar melengkapi diri
sehingga dapat melakukan kerja-kerja kebudayaan yang lebih giat demi
pengembangan tou Minahasa. Pernyataan ini turut pula diperkuat oleh
Glendi M. Wongkar dan Yanli Sengkey yang masing-masing adalah Tonaas
dan Simapatic Sanggar “Tumondei” Minahasa Selatan.